Evaluasi Kapitasi Berbasis Kinerja BPJS Kesehatan, Harapan Besar terhadap Rujuk Balik dan Keterlibatan Rumah Sakit

 

Forum BPJS Kesehatan Cabang Pati bersama Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) terkait pelaksanaan Kapitasi Berbasis Kinerja (KBK) di Kabupaten Pati, Kamis pagi (05/06).


jatengposnews.com PATI- Suasana pertemuan BPJS Kesehatan Cabang Pati bersama Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) tampak serius namun sarat harapan. 

Agenda hari itu bukan sekadar rapat koordinasi biasa. Lebih dari itu, forum ini menjadi ruang terbuka bagi para pemangku kepentingan sektor kesehatan untuk menyampaikan unek-unek dan mencari solusi bersama terkait pelaksanaan Kapitasi Berbasis Kinerja (KBK) di Kabupaten Pati, khususnya selama Triwulan I tahun 2025.

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Pati, Wahyu Giyanto, menjelaskan, pertemuan ini digelar dalam rangka Utilization Review serta Monitoring dan Evaluasi KBK, sebagai bagian dari upaya berkelanjutan untuk menjaga mutu layanan primer di tingkat FKTP, pelaksanaan KBK berlandaskan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Perpres No. 82 Tahun 2018, serta Perpres No. 59 Tahun 2024, yang diperkuat dengan Permenkes No. 3 Tahun 2023 mengenai standar tarif pelayanan kesehatan dalam Program JKN.

“Kami terus mendorong FKTP untuk mengoptimalkan perannya sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan. Penyesuaian tarif kapitasi melalui mekanisme KBK menjadi bentuk apresiasi sekaligus evaluasi atas kinerja mereka,” ujar Wahyu.

Dalam sistem kapitasi, BPJS Kesehatan memberikan pembayaran secara praupaya setiap bulan kepada FKTP berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar, tanpa melihat jumlah maupun jenis layanan. Namun, tarif kapitasi ini akan disesuaikan melalui mekanisme KBK, bergantung pada pencapaian indikator: Angka Kontak (AK), Rasio Rujukan Non Spesialistik (RRNS), dan Rasio Peserta Prolanis Terkendali (RPPT).

“Dalam skema KBK ini, indikator seperti Angka Kontak, Rasio Rujukan Non Spesialistik, dan Rasio Peserta Prolanis Terkendali menjadi penentu besar kecilnya kapitasi yang diterima FKTP setiap bulannya,” tambahnya.

Budi, salah satu dokter FKTP, dengan tegas menyampaikan keprihatinannya. Menurutnya, banyak pasien yang sudah stabil pasca perawatan di rumah sakit justru tidak dikembalikan ke FKTP sebagaimana seharusnya.

“Pasien sudah tiga kali kontrol di rumah sakit, tapi tetap datang ke FKTP hanya untuk minta rujukan ulang. Ini karena rumah sakit tidak menyatakan kondisi pasien stabil, padahal sudah layak PRB,” keluhnya.

Ia menambahkan bahwa kondisi ini menyulitkan FKTP menjalankan fungsi gatekeeper. Apalagi ketika pasien atau keluarganya datang tanpa membawa data medis yang cukup, hanya berdasarkan permintaan lisan dari pihak RS.

“Kami mengusulkan agar FKTP diberi keleluasaan untuk menangani kasus ringan seperti asma dengan memberikan inhalasi, agar pasien tidak perlu dirujuk ke rumah sakit hanya untuk mengambil alat bantu pernapasan,”ujarnya.

Joko Santoso Perwakilan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pati mengapresiasi forum ini sebagai langkah positif. Ia menyarankan agar masalah seperti ini tidak berhenti di forum diskusi semata.

“Perlu ada forum mediasi khusus yang mempertemukan BPJS, Dinkes, FKTP dan RS. Komitmen bersama ini penting agar kita tidak saling menyalahkan dan bisa menyatukan langkah,” kata Joko.

Ia menekankan bahwa RS dan FKTP sama-sama milik masyarakat, sehingga tidak seharusnya ada ego sektoral. Semua pihak harus saling mendukung agar sistem rujukan berjalan sesuai harapan. Senada dengan FKTP. Setyo Riyanto dari ASKLIN Pati juga menyuarakan tantangan yang dihadapi klinik swasta.

“Kami sudah berusaha menurunkan rujukan, tapi pasien tetap datang minta surat karena edukasi dari rumah sakit menyampaikan bahwa kontrol ke FKTP harus bawa rujukan,” ujarnya.

Menurutnya, RS seharusnya memberikan edukasi dengan narasi yang tepat, misalnya menyarankan pasien untuk kontrol ke FKTP tanpa menyebutkan keharusan membawa rujukan ulang. Ia juga mengeluhkan banyaknya rujukan berantai di RS: satu pasien bisa dikirim ke empat poli sekaligus (dalam, jantung, saraf, mata).

“Kalau bisa dilakukan rujukan internal antar-poli saja, tidak semuanya kembali ke FKTP,” tegasnya.

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Pati, Wahyu Giyanto, dalam forum tersebut menyampaikan bahwa pihaknya telah menyiapkan langkah teknis untuk mengatasi permasalahan rujukan berulang yang tidak sesuai prosedur.

“Kami akan memperkuat pengawasan terhadap pasien yang sudah masuk kriteria PRB, terutama yang sudah menjalani pengobatan rutin dengan regimen yang stabil. Pasien-pasien seperti ini seharusnya tidak terus-menerus kembali ke rumah sakit hanya untuk kontrol biasa,” tegas Wahyu.

Ia juga menambahkan bahwa BPJS Kesehatan akan melakukan pendekatan data untuk mengidentifikasi potensi penyimpangan, termasuk memantau pasien post-rawat inap yang tidak kembali ke FKTP sebagaimana mestinya.

“Kalau rumah sakit tidak melakukan rujuk balik padahal pasiennya sudah layak, itu akan menjadi bahan evaluasi kami. Kami ingin sistem ini adil dan berpihak pada mutu layanan,” ujarnya.

BPJS juga menginformasikan bahwa tahun 2025 menjadi tahun penguatan Program Rujuk Balik dari tahun sebelumnya. Data pasien dengan regimen obat kronis yang stabil selama tiga bulan berturut-turut akan dikawal untuk dikembalikan ke FKTP. Tak hanya itu, pihaknya juga menyatakan akan memantau kesiapan apotek PRB dan farmasi puskesmas agar stok obat cukup saat pasien PRB dirujuk balik.

“Kalau pasien dikembalikan tapi obat tidak tersedia di FKTP, nanti pasien balik lagi ke RS. Ini kontraproduktif. Maka kami akan pastikan 3B: benar pasiennya, benar obatnya, dan benar stabilitasnya,” pungkas Wahyu.

Forum hari itu menjadi refleksi penting bahwa keberhasilan program JKN bukan hanya soal regulasi dan sistem, tetapi juga soal komunikasi, komitmen, dan kejujuran antar pihak. Karena pada akhirnya, semua pihak ingin hal yang sama: pelayanan yang mudah, murah, dan bermutu tinggi untuk seluruh rakyat Indonesia. (ida)

Posting Komentar untuk "Evaluasi Kapitasi Berbasis Kinerja BPJS Kesehatan, Harapan Besar terhadap Rujuk Balik dan Keterlibatan Rumah Sakit"