BPJS Kesehatan Tegaskan Komitmen Jaga Mutu Program PRB di Blora
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Pati, Wahyu Giyanto bersama stakeholder pelayanan kesehatan Kabupaten Blora, di ruang rapat Dinas Kesehatan Blora Selasa (03/06/2025).
BLORA - Optimalisasi Program Rujuk Balik (PRB) menjadi sorotan utama dalam Forum Koordinasi Lintas Sektor yang digelar BPJS Kesehatan Cabang Pati bersama stakeholder pelayanan kesehatan Kabupaten Blora, Selasa (03/06/2025).
PRB menjadi salah satu pilar penting dalam menjaga kesinambungan layanan JKN, khususnya bagi peserta dengan penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes melitus, dan jantung.
Dalam pertemuan yang berlangsung di ruang rapat Dinas Kesehatan Blora tersebut, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Pati, Wahyu Giyanto, menegaskan bahwa keberhasilan PRB sangat ditentukan oleh kekompakan lintas fasilitas dan instansi.
“Pasien PRB itu perlu pendampingan jangka panjang. Kita tidak bisa menanganinya secara sepihak. Harus ada sinergi dari rumah sakit, FKTP, hingga Dinas Kesehatan agar pasien tetap terlayani secara optimal di lini primer,” tegas Wahyu.
Ia juga menyoroti perlunya perbaikan sistem administratif yang hingga kini masih menjadi kendala bagi peserta. Banyak peserta PRB harus bolak-balik rumah sakit dan FKTP karena dokumen tidak sampai tepat waktu atau tidak lengkap.
“Kalau berkas PRB tidak otomatis sampai ke puskesmas, siapa yang dirugikan? Peserta. Maka sistem rujuk balik ini perlu kita benahi bareng-bareng. Jangan sampai pasien harus bolak-balik hanya karena masalah selembar surat,” ujarnya.
Menurutnya, PRB juga menjadi instrumen penting dalam pengendalian klaim layanan kronis. Bila tidak dijalankan dengan baik, sistem bisa mengalami tekanan dari segi efisiensi dan mutu.
“PRB itu bukan soal menghemat anggaran semata, tapi soal layanan yang berkelanjutan dan manusiawi. Pasien bisa kontrol rutin di dekat rumah tanpa harus antre lama di rumah sakit. Ini win-win solution untuk semua,” imbuh Wahyu.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, Edi Widayat, memberikan dukungan penuh atas penguatan PRB dan menyebut bahwa FKTP harus diberdayakan sebagai garda terdepan dalam penanganan penyakit kronis.
“PRB adalah bentuk kepercayaan kepada FKTP. Artinya, selama terapi bisa dilakukan di puskesmas atau klinik, tidak perlu bolak-balik rumah sakit. Ini hemat, dekat, dan manusiawi,” katanya.
Ia menambahkan, pihaknya juga fokus menguatkan sistem pencatatan dan pelaporan layanan PRB agar bisa lebih real time dan mudah dimonitor lintas fasilitas.
“Kadang data pasien PRB antara rumah sakit dan puskesmas belum sinkron. Ini menyulitkan pemantauan terapi pasien. Maka kami dorong semua fasilitas kesehatan aktif memperbarui data PRB secara berkala melalui sistem yang sudah tersedia,” terangnya.
Menurutnya, sistem PRB yang tertib akan membantu pemerintah daerah melihat sebaran penyakit kronis secara lebih akurat, sekaligus sebagai dasar perencanaan kesehatan jangka panjang.
“Kalau data PRB lengkap dan terstruktur, kita bisa tahu peta penyakit kronis di Blora secara nyata. Ini penting untuk intervensi lebih dini dan efisien,” tutup Edi.
Sementara itu, Direktur RSUD dr. R. Soetijono Blora, Puji Basuki, menjelaskan bahwa rumah sakit memiliki tantangan dalam mengidentifikasi pasien PRB karena belum semua dokter menjalankan prosedur skrining dengan maksimal.
“Kadang pasien tidak terdata PRB padahal diagnosanya sudah memenuhi syarat. Ini karena proses identifikasi belum otomatis. Kita sedang kembangkan sistem agar dokter langsung tahu mana pasien yang eligible PRB saat pemeriksaan,” katanya.
Selain itu, ia menyoroti pentingnya penguatan komunikasi klinis antara rumah sakit dan FKTP agar tidak terjadi overload rujukan yang sebenarnya tidak diperlukan.
“Kami menemukan masih ada rujukan yang semestinya bisa ditangani di tingkat pertama. Ini bukan soal menolak pasien, tapi bagaimana menempatkan layanan sesuai fungsi dan level fasilitas,” ujar Puji.
Puji menegaskan bahwa RSUD Blora kini tengah membangun sistem deteksi dini pasien kronis yang berpotensi PRB, agar tidak terjadi kelebihan beban di layanan spesialistik.
“Dengan sistem ini, pasien hipertensi atau diabetes yang stabil bisa segera masuk PRB. Selain efisien, ini menjaga keberlanjutan layanan spesialis untuk kasus yang memang memerlukan penanganan lanjutan,” imbuhnya.
Dari lini pelayanan primer, Kepala Puskesmas Kunduran, Catur, berbagi pengalaman mengenai kendala di lapangan, terutama dari sisi persepsi masyarakat.
“Banyak yang bilang, ‘Saya maunya kontrol di rumah sakit saja.’ Padahal kita punya dokter, obat, alat ukur, bahkan edukasi gizi. Tapi perlu diedukasi agar PRB ini tidak dipandang sebagai penurunan kualitas,” ujarnya.
Catur juga menggarisbawahi pentingnya kesinambungan layanan dan pendekatan personal dalam PRB.
“Kalau PRB jalan, pasien tidak capek antre di rumah sakit. Kita bisa pantau tensi, gula darah, terapi, bahkan perubahan psikososialnya. Ini layanan yang holistik,” tambahnya.
Hal serupa disampaikan oleh Asri dari Klinik Sumbawa Medika. Menurutnya, regulasi PRB sudah jelas, namun implementasi di lapangan masih perlu dikawal lebih ketat, terutama terkait tekanan dari peserta untuk meminta rujukan langsung.
“Kadang kami di klinik ditekan: ‘Bu, kasih rujukan dong, saya mau ke spesialis.’ Tapi kalau tidak ada indikasi medis, ya kami tolak. Ini perlu penguatan regulasi dan edukasi peserta,” ujar Asri.
Ia berharap ke depan ada monitoring terpadu dari semua pihak agar pelaksanaan PRB bisa lebih adil dan akurat.
“Jangan hanya FKTP yang dituntut patuh prosedur. Rumah sakit juga harus jalankan PRB dengan benar. Kirim dokumen lengkap, komunikasi jalan, dan kita bareng-bareng jaga mutu,” tutupnya.
Forum koordinasi tersebut ditutup dengan komitmen bersama bahwa keberhasilan PRB tidak bisa hanya dibebankan pada satu pihak. Keberpihakan pada peserta, kesinambungan pelayanan, dan efisiensi sistem menjadi fondasi utama dalam membangun layanan JKN yang berkualitas dan berkeadilan.(ida)
Posting Komentar untuk "BPJS Kesehatan Tegaskan Komitmen Jaga Mutu Program PRB di Blora"
Posting Komentar